Pada jaman dahulu kala sebelum Majapahit runtuh sekitar ±1334 M kala itu Tanah jawa menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit. Sebagian tanah Bagelen bekas kekuasaan Dyah Balitung Watukura Raja Mataram Hindu merupakan tanah perdikan tidak ramai didiami penduduk sejak Kerajaan berpindah ke Jawa Timur. Wilayah ini strategis karena ada Sungai Bogowonto yang dapat dilayari sehingga tepian-tepian sungai Bogowonto menjadi pusat keramaian dan perdagangan
Tahun sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit (±1503 M) dengan mengemban misi penyelamatan .Seorang Pangeran keturunan Raja Majapahit Raden Jaka Dubruk/ Raden Semawung/ Pangeran Tatung Malara datang melalui Bagelen (menelusuri sungai Bogowonto) ke arah hilir tanah Tepian sungai Bogowonto yang keseluruhan wilayahnya di kelilingi oleh Anakan sungai .Pendaratan diperkirakan di Tegal Dhuwur sekarang
Jaka Dubruk atau Raden Semawung merupakan salah satu Putra Sang Prabu Brawijaya V . Jaka Dubruk juga sering disebut Jaka Warih karena dia keturunan Raja (warih artinya air, atau suatu keturunan, genetk mulia, punya warih Ratu artinya keturunan raja) secara melegenda beliau disebut Joko Semawung .
Mendaratnya Raden Semawung (1500 M) kala itu masih belia, karena suatu tekanan pergantian politik kekuasaan Majapahit sebelum runtuh , Beliau didampingi para wiku, ponggawa pengikut… Secara cerita mulut ke mutut yang berkembang di masyarakat diantaranya :
1.Kyai Tirtoyoso – tempat orang belajar ilmu (Pendeta makam di tepi kali babrik)
2. Kyai Bayu Hapsoro atau Kyai Bayusoro
3. Kyai Honggo Hapsoro ( menetap di Onggosaran)
4. Dipo Dongso
5.Honggo Anem
Tidak berapa lama seperti membuka peradaban baru Raden Semawung atau joko semawung membuka wilayah hutan (alas) dengan batas batas menggunakan perairan.untuk wilayah padukuhan dan lembah sungai Babrik untuk lahan sawah. Waktu pengerjaan buka desa ternyata banyak penduduk di bukit menoreh ( kalah waktu perang dengan wangsa syailendra) turun dan ikut membantu terutama yang berkaitan dengan Masyarakat Sumongari ( kami sebut Link Sumongari)
Tahun ±1510-an Masehi Nama Semawung sebagai suatu desa wilayah yang tumbuh dibangun Pangeran Anak Prabu Brawijaya V sangat disegani dengan banyak culture budaya yang tinggi nilainya. (Tentu saja nama Semawung jangan dikaitkan dengan nama semawung yang muncul kemudian sebagai suatu nama Kadipaten semawung (kutoarjo) dan nama tempat desa di Kabupaten kulon progo sekarang).
Desa Hasil buka hutan makin ramai dengan penataan wilayah batas perairan system kerajaan :
1. Wilayah Krajan
2. Wilayah kemantrian
3. Wilayah Kenyaen (Putren-nyai)
4. Wilayah Sucen/Pasucen
5. Wilayah Kembaran (boro-pendatang)
6. (Wilayah jati salam belum ada)
Sungguh wilayah yg benar-benar luas untuk sebuah desa.
· Budaya seni lama yang masih hidup adalah Jaran Kepang Angklung dengan alur cerita Kerajaan Kediri dan Jenggala sebuah cerita yang jauh sebelum adanya majapahit artinya desa semawung terbentuk pada jaman Majapahit dengan cerita rakyat Panji Asmoro Bangun yang terkenal
Tata pemerintahan berjalan dan penempatan penduduk sesuai fungsi dan pembagian tanah dari penguasa desa. Diperkirakan Sucen wilayah terpisah dan disana tempat peribadatan syiwa-budha (semacam punden berundak dan Lingga Yoni)
Hasil pertanian yang bagus berupa Palawija, padi, kelapa, aren dan siwalan . Polowijo, Gula kelapa sangat dominan sebagai hasil pertanian sepanjang tahun. Rojokoyo berupa Ayam Kedu,kambing dan kerbau yang digunakan sekaligus untuk membajak sawah.
Hasil perikanan didapat dari Sungai Bogowonto Wader dan ikan Serni (sejenis kerapu air tawar)
Palawija berupa kacang tanah, uwi, gembili, gembolo dan ketela pohon
Perdagangan juga terjalin baik dengan wilayah sekitarnya, sungai bogowonto sebagai urat nadi perdagangan. Dari luar masuk barang-barang pecah belah, keramik, pakaian batik , tenun dan barang-barang terbuat dari besi (jalan desa sebelum di aspal banyak pecahan keramik dengan teknik glazur cina)
Hal yang paling menonjol dalam kemasyarakatan adalah berkembangnya pengetahuan filsafat- sejenis tasawuf yang berlandaskan syiwa Budha dan Dinamisme. Tidak mengherankan karena ada Dua orang pendeta sakti yang mengajar semacam Tarekat sehingga terpadu dan lahir ilmu guno kasantikan yang ampuh.
Dari padepokan Bayu Hapsoro ini muncul penghayat filsafat keagamaan (tingkat makrifat) yang mirip dengan Islam.
Setelah keadaan desa makmur, Joko Semawung memilih melanjutkan membabad alas sampai di wilayah Bagelen kemudian mempersunting Putri dari Bagelen (Ada yang berkeyakinan beliau mempersunting Nyai Ageng Bagelen / Ratu Roro Rengganis ? tapi jika dikaitkan tentunya sudah tidak sejaman. Karena adanya Ratu Roro Rengganis pada saat Bagelen merupakan kerajaan Galuh atau Pagaluhan)
Perjalanan beliau menjadi suatu legenda terbentuk nama-nama desa yang bersebelahan dengan Semawung, Seperti Piji, Kemanukan
Perkawinan dengan putri dari Bagelen mempunyai anak bernama Cokrojoyo. Raden Cokrojoyo dititipkan berguru ke Kyai Bayu Hapsoro.dan kyai Honggo Hapsoro
Kehidupan Cokrojoyo muda seperti sekedar penduduk biasa dengan mata pencarian sebagai penderes kelapa untuk menghasilkan Gula Jawa.Itupun dijalani sebagai bagian dari laku filsafat yang dijalaninya Topo ngrame( karena orang jawa bukan penganut filsafat abstrak).
(Dalam beberapa legenda Ki Cokrojoyo memang penduduk miskin, tapi kenapa jadi penderes kelapa sedang beliau sendiri adalah putra Bangsawan. Ini yang mematahkan argument kehidupan Cokrojoyo).
. Dia jalani hidup ini dengan riang dan menyerahkan hidup ini sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa keyakinan dalam ritualnya. Satu hal yang menjadi ciri khas dia bila hendak menyadap aren adalah menenteng bumbung bambu pring pating crantel . Inilah yang mempertemukannya dengan Sunan Kalijaga.
Tahun kekuasaan Sultan Tranggono ( ±1540 M) Ceritanya, suatu hari Sunan Kalijogo bersama dua orang muridnya kebetulan lewat di dekat kebun Ki Cokrojoyo. Sunan Kalijogo rupanya tertarik gaya Ki Cokrojoyo. Begitu melihat tingkah laku penderes Ki Cokrojoyo maka Sunan Kalijaga dengan ilmu kewaliannya telah melihat dasar-dasar makrifat yg tinggi . Ki Cokrojoyo mengajak Sunan Kalijaga ke rumahnya.
Ki Cokrojoyo bercerita tentang Air nira ,isinya bumbung dan bumbungnya sendiri (pring) ( Air adalah Ilmu dengan bumbung pring yang sanepo manusia tidak abadi) Sunan Kalijaga menegaskan kepada Ki Cokrojoyo sebaik -baiknya nira dan bumbung adalah kalimat syahadat karena bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Ki Cokrojoyo
Setelah Ki Cokrojoyo mengucapkan Kalimah Syahadat di tuntun oleh Sunan Kalijaga, Ki Cokrojoyo meneruskan kerjanya, mencetak gula, menuangkan isi bumbung memasak air nira sambil membaca kalimat syahadat. Alangkah terkejutnya hasil yang didapat bukan berupa gula jawa tetapi berupa emas ( Ki Cokrojoyo mendapat penyempurnaan ilmunya yang selama ini didapat dari Kyai Bayusoro. Ki cokrojoyo bukan tertarik masalah emasnya tetapi memastikan kelanjutan ritual Topo Ngrame)
Maka bergegas Cokrojoyo mengejar Sunan Kalijaga dan setelah berhasil menyusul ia langsung bersimpuh pada lutut Kalijaga. Sambil berlutut ia memohon agar diperkenankan menjadi muridnya. Dikisahkan Sunan Kalijaga mengatakan; ”Anakku jika sungguh-sungguh ingin menjadi murid, maka kau harus bertapa di tempat ini dan jangan pergi sebelum aku datang. Jagalah tongkat ini baik-baik”. Setelah berkata demikian, Kalijaga menancapkan sebuah tongkat, kemudian dalam sekejap dia sudah sirna dari pandangan mata. Ternyata Cokrojoyo dengan patuh melaksanakan perintah Sunan Kalijogo. Dia tak hiraukan panas dan hujan, siang dan malam. Sampai-sampai tanaman di sekitarnya berobah menjadi hutan lebat.
Sunan Kalijaga baru teringat setelah tujuh tahun kepada Ki Cokrojoyo begitu beliau lewat di tempat cokrojoyo bersamadi. Akhirnya Hutan dibakar Ki cokrojoyo ditemukan dalam keadaan gosong yang kemudian diberi Sunan Geseng
· ( jika kita membaca beberapa versi mengenai siapa sunan Geseng banyak terdapat keganjilan terrutama dari segi nasab.,.ilmu karohmah sebelum mencapai tingkat waliyullah
· kemudian di Desa Semawung sampai sekarang ada Masjid Tiban (lokasi jati salam) yg merupakan ciri wilayah dakwah di mana SunanGeseng berada yaitu sungai luk ulo sampai wilayah Bagelen- sungai Bogowonto)
· Sunan Geseng kemudian berdakwah menyusuri Bogowonto hingga ke Loano (hutan loano atas perintah sunan kalijaga)